Menyoroti Perjanjian Lama

old-testament.jpgSebelum   tersusun   menjadi   kumpulan    pasal-pasal, Perjanjian  Lama  merupakan  tradisi  rakyat yang tidak mempunyai  sandaran,  kecuali  dalam  ingatan  manusia, satu-satunya     faktor    untuk    tersiarnya    idea, tradisi-tradisi tersebut selalu dinyanyikan.  

Edmond Jacob menulis:  “Dalam  tahap  permulaan,  semua orang menyanyi; di Israil seperti di tempat lain, puisi lebih dahulu daripada prosa. Bani Israil menyanyi  baik dan  banyak.  Nyanyian  itu  mempunyai  bermacam-macam ekspresi,  tergantung  kepada  kejadian-kejadian  dalam sejarah dengan enthusiasme yang memuncak atau putus asa yang menenggelamkan.”  Mereka  menyanyi  dalam  keadaan yang   bermacam-macam,  dan  Edmond  Jacob  menyebutkan sebagian di mana nyanyian  yang  menyertainya  terdapat dalam  Perjanjian  Lama:  nyanyian makan pagi, nyanyian akhir panen, nyanyian yang menyertai pekerjaan, seperti nyanyian  Sumur (Bilangan 21, 17), nyanyian perkawinan, nyanyian kematian, nyanyian perang yang  sangat  banyak dalam  Bibel  seperti  nyanyian Debarah (Hakim-hakim 5, 1-32) yaitu nyanyian yang memuja kemenangan Israil yang dikehendaki  oleh  Yahweh  dalam  suatu peperangan yang dipimpin oleh Yahweh sendiri (Bilangan 10, 35).  Ketika Peti  Suci  sudah  pergi, Musa berkata-kata: “Bangunlah Yahweh,  mudah-mudahan  musuh-musuhmu   terserak-serak. Mudah-mudahan  mereka  yang  benci  kepadamu  akan lari tunggang langgang di hadapan wajahmu.” 

Nyanyian-nyanyian itu juga merupakan kata-kata  mutiara serta  perumpamaan  kata-kata  yang  berisi berkat atau laknat, peraturan-peraturan yang dibikin untuk  manusia oleh  para  Nabi  sesudah  mereka itu menerima perintah Ilahi.

Edmond  Jacob  mengatakan  bahwa   kata-kata   tersebut diwariskan   melalui media keluarga   atau   melalui rumah-rumah ibadat dalam  bentuk  sejarah  Bangsa  yang terpilih   oleh Tuhan.   Sejarah  ini  kemudian  menjadi dongeng seperti dongengan Jatam (Kitab  Hakim-hakim  9, 7-21)  dimana tertulis: “Pohon-pohon itu berjalan untuk mengusapkan  minyak  kesturi  kepada  raja  mereka  dan mereka  berkata  kepada pohon Zaitun, pohon Tien, pohon anggur dan pohon duri.” Hal tersebut  mendorong  Edmond Jacob   untuk   menulis  “karena  dijiwai  oleh  fungsi dongeng, maka penyajian  hikayat  seperti  tersebut  di atas  tidak dirasakan janggal karena mengenai soal-soal dan periode-periode yang sejarahnya tak dikenal orang.”  

Edmond  Jacob  kemudian  menyimpulkan:  “Adalah  sangat mungkin  bahwa apa yang dikisahkan oleh Perjanjian Lama tentang Nabi Musa dan  pemimpin-pemimpin  agama  Yahudi tidak  sesuai  dengan  yang terjadi dalam sejarah, akan tetapi para tukang dongeng dalam  masa  riwayat  secara lisan  sudah  dapat  mengisikan keindahan dan imaginasi untuk merangkai episode yang  bermacam-macam,  sehingga  mereka  berhasil  menyajikannya  sebagai  sejarah  yang nampak    besar    kemungkinan  kebenarannya     bagi pikiran-pikiran   yang   kritis,   yaitu  sejarah  yang mengenai asal alam dan manusia.”

Perlu kita ingat bahwa setelah bangsa Yahudi tinggal di Kan’an, yaitu kira-kira pada akhir abad XIII sebelum al-Masih, tulisan sudah mulai dipakai untuk memelihara dan meriwayatkan  dongeng-dongeng, akan tetapi tidak secara tepat, meskipun yang  dikatakan  itu  mengenai  hal-hal yang  harus  tepat  sekali,  yakni soal hukum. Mengenai hukum  ini,  perlu  diterangkan  bahwa  hukum  sepuluh (Dekalog)  yang  dikatakan  telah  datang langsung dari tangan Tuhan telah diriwayatkan dalam  Perjanjian  Lama menurut  dua  versi  yakni:  Kitab Keluaran (Exodus 20, 1-21) dan Kitab Ulangan (Deuteronomy 5, 1-30).  Jiwanya sama,  tetapi  perbedaan  tetap  ada.  Kemudian  muncul keinginan  untuk   menetapkan   dokumentasi-dokumentasi penting    seperti    kontrak,    surat-surat,   daftar orang-orang  (hakim-hakim,  pegawai-pegawai  tinggi  di kota-kota), daftar    silsilah   keturunan,   daftar kurban-kurban dan daftar harta jarahan.  Dengan  begitu terjadilah arsip-arsip yang berisi dokumen-dokumen yang kemudian mengisi kitab-kitab  (pasal-pasal)  Perjanjian Lama  yang  sekarang ini. Dengan begitu dalam tiap-tiap pasal terdapat bentuk literer yang tercampur. Para ahli kemudian  menyelidiki  sebab-sebab yang mendorong untuk mengumpulkan dokumen-dokumen yang berbeda-beda  menjadi satu.

Adalah  sangat  menarik  untuk membandingkan penyusunan Perjanjian Lama dengan dasar tradisi lisan, dengan  apa yang  terjadi  di  bidang  lain  dan  pada  zaman  yang berlainan, yaitu masa timbulnya kesusasteraan primitif. 

Marilah kita mengambil contoh dari sastra Perancis pada zaman  Kerajaan  Perancis.  Tradisi-tradisi lisan telah muncul lebih  dahulu  sebelum  peristiwa  sejarah  besar  dicatat  dalam  sejarah,  yakni kejadian seperti perang  untuk  mempertahankan  agama   Kristen,   drama tentang pahlawan-pahlawan yang kemudian diabadikan oleh pengarang-pengarang dan penulis-penulis sejarah. Dengan cara  begitu mulai abad XI M timbul nyanyian dan tarian dimana yang benar dan  yang  khayal  menjadi  satu  dan menjadi  satu epik (syair kepahlawanan). Di antara epik situ yang termasyhur adalah  syair  Roland  (Chanson  de Roland),  tentang  pahlawan  perang yang bernama Roland yang menjadi komandan penjaga Kaisar Charlemagne  (Karl yang  Agung)  waktu  kembali dari berperang di Spanyol. Pengorbanan  Roland  bukannya   satu   dongengan   yang dibikin-bikin   untuk  sekedar  dongengan;  pengorbanan Roland terjadi pada tanggal 5 Agustus tahun 778,  yaitu pada  waktu  serangan orang Basque (Penduduk pegunungan Pyrenes).   Karya   kesusasteraan   tidak   semata-mata bersifat   legenda,  tetapi  mempunyai  dasar  sejarah; walaupun begitu  ahli-ahli  sejarah,  tidak-memahaminya secara harfiah.

Persamaan  antara lahirnya Bibel dan kesusasteraan yang non-agamis nampaknya  memang  riil.  Hal  ini  tidak berarti  bahwa kita menolak keseluruhan teks Bibel yang dimiliki  oleh  orang-orang  yang  mempunyai   kumpulan buku-buku  mitologi,  yakni seperti yang dilakukan oleh  orang-orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan; orang dapat  percaya kepada kebenaran bahwa Tuhan menciptakan alam, bahwa Tuhan menyerahkan sepuluh  perintah  kepada Musa,  bahwa  Tuhan  mencampuri  urusan-urusan manusia, umpamanya pada ajaran Raja (Nabi) Sulaiman; orang dapat percaya  bahwa  essensi dari kejadian-kejadian tersebut telah disampaikan kepada kita, akan tetapi  kita  harus ingat  bahwa  rincian  penyajian  soal  tersebut  harus diperiksa dengan  teliti,  dengan  kritik  yang  ketat, karena   sumbangan  manusia  dalam  menjadikan  tradisi lisan, menjadi buku tertulis adalah sangat besar.

 

Siapa Pengarang Perjanjian Lama?

Kebanyakan  pembaca  Perjanjian  Lama   yang   menerima pertanyaan   tersebut  di  atas  akan  menjawab  dengan mengulangi apa  yang  pernah  mereka  baca  dalam  Kata Pengantar  Bibel, yaitu yang mengatakan bahwa pasal itu semua adalah  karangan  Tuhan,  walaupun  ditulis  oleh orang-orang yang mendapat wahyu dari Ruhul Kudus.

Kadang-kadang  orang  yang  memperkenalkan  Bibel  tadi menganggap  cukup  dengan  keterangan singkat tersebut, dan  dengan  begitu  ia   menutup   kemungkinan   untuk pertanyaan   lebih   lanjut;  tetapi  kadang-kadang  ia menambah     penjelasan     bahwa      mungkin      ada perincian-perincian  yang  ditambahkan orang dalam teks lama, akan  tetapi  meskipun  begitu,  perbedaan  faham tentang   sesuatu   ayat,   tidak   merubah   kebenaran

keseluruhan dari ayat tersebut. Orang selalu menekankan kepada “Kebenaran” yang  dijamin  oleh  Kepala  Gereja,  yaitu  orang yang mendapat bantuan dari Ruhul Kudus,  satu-satunya  pihak yang berhak menerangkan sesuatu kepada orang-orang yang percaya. Bukankah Gereja, semenjak konsili-konsili abad ke  IV  telah  meresmikan daftar Kitab Suci yaitu daftar yang dikuatkan oleh  konsili  Florence  (1441),  Trente (1546)  dan Vatikan I (1870) untuk menjadi Kanon (Injil Induk).  

Belum   lama   ini,   setelah    mengeluarkan bermacam-macam    dekrit,   Paus   telah mengumumkan suatu keterangan tentang  Revelasi  (wahyu) dalam  bentuk  suatu  teks  yang  sangat  penting  yang disusun selama tiga tahun  (1962  –  1965).  Kebanyakan orang  yang  membaca  Bibel   mendapatkan   keterangan-keterangan yang menenteramkan   hati  itu  pada permulaan cetakan  modern  serta  merasa  puas    dengan  jaminan kebenaran yang  telah  diberikan  selama  beberapa abad dan  mereka itu tak pernah memikirkan bahwa orang dapat mendiskusikan isi Bibel.

 Akan  tetapi  jika  seseorang  membaca  buku-buku  yang ditulis  oleh  ahli-ahli  agama,  yaitu buku-buku yang tidak dimaksudkan untuk dibaca oleh orang awam, ia akan menyadari  bahwa  soal otentitas kitab dalam Bibel itu jauh lebih kompleks  daripada  pemikiran  orang  biasa. Jika  salah  seorang  membaca umpamanya, cetakan modern Bibel yang diterjemahkan ke  bahasa  Perancis di   bawah   asuhan  Lembaga  Bibel  di  Yerusalem  dan diterbitkan  dalam  bagian-bagian  terpisah,  ia   akan mendapatkan  suara  yang  sangat  berbeda,  dan ia akan mengerti bahwa Perjanjian Lama, seperti juga Perjanjian Baru,  telah  menimbulkan  problema-problema  dimana para ahli tafsir tidak  menyembunyikan  unsur-unsurnya  yang menimbulkan khilaf.

Kita  juga  mendapatkan  unsur-unsur  yang  pasti dalam pembahasan yang lebih  ringkas  akan  tetapi  obyektif, seperti  dalam  buku  karangan  Professor  Edmond Yacob “Perjanjian  Lama,”  yang   diterbitkan   oleh   Presse Universitaire  de  France, dalam seri yang berjudul: Que Sais-je, (Apakah yang  saya  ketahui?).  Buku  tersebut memberi gambaran yang menyeluruh.  

Banyak  orang  yang tidak tahu bahwa pada permulaannya, seperti yang dikatakan Edmond Jacob, terdapat  beberapa teks  Perjanjian Lama dan bukan teks tunggal. Pada abad III SM sedikitnya ada tiga  teks Ibrani,  yaitu  teks massorethique, teks yang dipakai untuk terjemahan Yunani dan teks kitab Torah (Pentateuch) Samaria. Pada  abad  pertama  SM, ada  kecenderungan  untuk  membentuk teks tunggal, akan tetapi hal tersebut baru terlaksana satu abad kemudian.  

Jika kita mempunyai tiga teks tersebut di  atas,  tentu kita   dapat  melakukan  studi  perbandingan  dan  kita mungkin dapat mempunyai idea tentang  teks  yang  asli, akan  tetapi  kita tak mempunyai teks tersebut di atas. Selain gulungan-gulungan yang terdapat  di  gua  Qumran pada tahun 1947, yaitu gulungan yang berasal dari zaman sebelum timbulnya  agama  Kristen,  dan  masa dekat  sebelum  munculnya  Nabi  Isa,  telah terdapat Papyrus Decalogue berasal   dari    abad    II    M,    dan    mengandung perbedaan-perbedaan   dari  teks  klasik,  begitu  juga fragmen Perjanjian Lama, yang ditulis orang pada abad kelima M.  (Fragmen  Geniza,  Cairo);  selain  itu semua, teks Bibel Ibrani yang paling tua adalah teks abad IX M.  

Terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani  terjadi pada  abad   III  sebelum  Masehi.  Teksnya  dinamakan Septante (berarti tujuh puluh; yakni jumlah orang  yang menerjemahkan).  Terjemahan  tersebut  dilakukan  oleh orang-orang Yahudi di  Alexandria.  Pengarang-pengarang Perjanjian  Baru  bersandar  kepada  teks tersebut, dan teks tersebut dipakai orang sampai  abad  VII  M.  Pada waktu  sekarang  teks Yunani yang dipakai Dunia Kristen adalah manuskrip (tulisan tangan) yang dinamakan  Codex Vaticanus yang disimpan di Vatican dan Codex Sinaiticus (berasal dari Sinai) yang disimpan di British Museum di London. Manuskrip tersebut ditulis pada abad IV M.

Terjemahan  dalam  bahasa  Latin  dilakukan oleh Jerome dari dokumen-dokumen Ibrani pada permulaan  abad  V  M. Terjemahan  Latin  ini  kemudian dinamakan Vulgate lantaran telah tersebar di seluruh Dunia sesudah abad  VII M.

Perlu  kita  ketahui  juga bahwa ada terjemahan Aramaik dan Syriaks akan tetapi terjemahan itu  hanya  mengenai beberapa bagian dari Perjanjian Lama.  

Bermacam-macam  terjemahan  tersebut  telah diolah oleh beberapa orang ahli dan dijadikan  teks  tengah-tengah; yakni yang merupakan kompromi antara bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Ada pula yang mengumpulkan bermacam-macam terjemahan  disamping  Bibel  Ibrani seperti terjemahan  Yunani,  Latin,  Syriak,  Aramaik  dan  Arab.  Kumpulan itulah  yang  tersohor dengan nama Bibel Walton (London tahun 1657). 

Perlu kita tambahkan pula bahwa di antara Gereja-gereja itu tidak menerima pasal-pasal yang sama dalam Bibel, dan Gereja-gereja tersebut juga tidak mempunyai     pengesahan     yang     sama     mengenai terjemahan-terjemahan  dalam  satu  bahasa. Usaha-usaha untuk  mempersatukan  masih  dilakukan  dan  terjemahan Ekumenik  (persatuan)yang  dilakukan  oleh  ahli-ahli Katolik dan Protestan mengenai Perjanjian Lama ternyata akan menghasilkan sintesa (perpaduan). Dengan   begitu maka   usaha  manusia  mengenai  teks Perjanjian Lama ternyata sangat besar, dan dengan mudah kita  mengetahui  bahwa  sebagai akibat koreksi-koreksi antara versi yang bermacam-macam  dan  terjemahan  yang bermacam-macam, teks yang asli sudah berubah selama dua ribu tahun.

 

Kitab-kitab Perjanjian Lama

Perjanjian Lama  merupakan  kumpulan  pasal-pasal  yang panjangnya   tidak   sama  dan  isinya  bermacam-macam, ditulis selama lebih dari sembilan abad dalam  beberapa bahasa  dan  dimulai  dengan tradisi lisan. Pasal-pasal itu banyak yang telah dikoreksi dan dilengkapkan sesuai dengan   kejadian-kejadian   atau   kebutuhan-kebutuhan tertentu,  pada  waktu-waktu  yang  berjauhan  jaraknya antara satu dengan lainnya.  Sangat  boleh  jadi  bahwa  munculnya  literatur  yang melimpah ini terjadi pada permulaan monarki Yahudi pada abad   XI  SM,  yaitu  pada  waktu  timbulnya  kelompok pegawai-pegawai  Raja yang merupakan sekretaris-sekretaris,  yakni  orang-orang  pandai yang pekerjaannya tidak terbatas dalam sekedar menulis. Dari zaman   itulah  bermula  tulisan-tulisan  parsial  yang tersebut   dalam   pasal-pasal   sebelum   ini,   yakni tulisan-tulisan yang penting untuk ditetapkan waktunya, seperti  nyanyian-nyanyian  yang  tersebut   di   atas, kata-kata  yang  diucapkan  oleh  Nabi  Ya’kub dan Nabi Dawud, Sepuluh Perintah dan lebih umum  lagi  teks-teks legislatif  yang  membentuk  tradisi  keagamaan sebelum tersusunnya undang-undang. Teks-teks tersebut merupakan bagian-bagian    yang    terpisah   disana-sini   dalam bagian-bagian Perjanjian Lama.

Kemudian kira-kira abad X SM tersusunlah teks “Yahwist” dari Pentateuque  (Torat)  yang  merupakan  lima pasal pertama.  Kemudian  orang   menambahkan   kepada   teks tersebut,  bagian-bagian yang dinamakan “versi Elohist” dan  versi  “Sakerdotal” (Teks Yahwist yakni teks yang di dalamnya, Tuhan dinamakan Yahweh. Teks Elohist yakni teks yang di dalamnya, Tuhan dinamakan Elohim. Teks Sakerdotal yakni teks yang berasal dari pendeta-pendeta di temple Yerusalem).  Teks  Yahwist  membicarakan periode  permulaan  alam  sampai  matinya  Yakob.  Teks tersebut berasal dari Kerajaan Selatan (Israel Selatan) atau Yuda.

Pada  akhir abad IX dan pertengahan abad VIII SM, dalam Kerajaan Yahudi Utara (Israil, Kerajaan Utara dinamakan Negara Israil, terdiri dari  10 suku; berasal dari 10 orang anak Ya’kub. Kerajaan Selatan dinamakan Negara Yuda, terdiri dari 2 suku, berasal dari 2 orang anak Ya’kub) telah tersiar pengaruh Elia  dan  Elisa; yakni dua orang nabi yang kita jumpai tulisannya dalam Perjanjian Lama. Periode teks  Elohist lebih   singkat  daripada  teks  Yahwist;  karena  teks Elohist hanya  menceritakan  kejadian-kejadian  tentang Abraham  (Ibrahim),  Yacob  (Ya’kub) dan Yosef (Yusuf). Kitab (pasal) Yusak dan Hakim-hakim  juga  berasal  dan zaman ini.   Abad  VIII SM adalah abad nabi-nabi penulis, yaitu Amos dan Hosea di  Israil(Kerajaan  Utara)  dan  Isaiah  dan Mikah dalam Kerajaan Selatan (Yuda). Pada  tahun  721  SM  Kerajaan Samaria mencaplok Negara Israil, dan dengan begitu maka Kerajaan Yuda  mengambil alih  warisan  keagamaan.  Kumpulan peribahasa tersusun pada periode ini dan menunjukkan campuran  antara  teks Yahwist  dan  Elohist.  Dengan begitu tersusunlah kitab Torah (Pentateuch). Penyusunan Kitab  Ulangan  juga  terjadi  dalam periode ini.

Pemerintahan Yosias dalam pertengahan kedua abad VII SM bersamaan dengan permulaan  zaman  Nabi  Jeremia,  akan tetapi   karangan   Jeremia  ini  baru  berbentuk  yang definitif satu abad kemudian.  

Kenabian- Zefanya, Nahum dan  Habakuk  terjadi  sebelum orang  Israil  dideportasi (diasingkan) ke Babylon pada takun 598 SM, yakni karena Babylon menang atas  Samaria yang mencaplok Israil pada tahun 721 SM. Pada waktu itu Nabi Yehezkiel sudah menyelesaikan  tugas  kenabiannya. Deportasi  kedua  terjadi  ketika  Yerusalem jatuh pada

tahun 587 SM, dan pengasingan  itu  baru  selesai  pada tahun 538 SM.

Kitab (pasal) Yehezkiel, seorang nabi Yahudi yang besar pada  zaman  pengasingan  ke  Babylon  baru   dibukukan setelah  ia  meninggal.  Para  penulis  pasal Yehezkiel tersebut juga menulis versi sakerdotal  mengenai  Kitab Kejadian,  yakni  mengenai  periode  dari  waktu  Dunia diciptakan oleh Tuhan  sampai  matinya  Ya’kub.  Dengan begitu  maka  di  antara  teks Yahwist dan teks Elohist telah diselipkan teks  ketiga  yang  perbedaan  umurnya adalah  empat dan dua abad lebih dahulu. Pada waktu itu sudah   terdapat   kitab   “Nudub”   (tangisan) atau Lamentation.

Karena  perintah  raja  Persia,  Cyrus yang mengalahkan Babylonia, pengasingan ke Babylon diakhiri  pada  tahun 538  SM.  Orang-orang  Yahudi  kembali ke Palestina dan mendirikan lagi tempel mereka di kota itu. Nampak  pula nabi-nabi  baru  dan  kitab  (pasal) baru seperti kitab (pasal) Hagai, Zakarya, Israil,  Maleachi,  Daniel  dan Baruch.

Setelah  Bani Israil diasingkan ke Babylon terkumpullah pasal-pasal  dalam  perjanjian  lama  sebagai  berikut: Amstal  Sulaiman (Proverbs) kurang lebih pada tahun 480 SM, pasal Ayub pada pertengahan abad V  SM,  al-Khatib (chronick), pada abad III SM bersamaan dengan nyanyian (song of Salomon),  dua  pasal  Berita, pasal   Esdras,   pasal   Nehemia;  seracide  baru  muncul   pada   abad   II   SM,   pasal kebijaksanaan  Sulaiman,  dua  pasal  Maccabees ditulis pada abad I SM, pasal Ruth Esther,  Yunus;  Tobias  dan Yudit  adalah sukar untuk dipastikan abad penulisannya.

Keterangan-keterangan tersebut masih dapat berubah jika ada  riset-riset  baru,  oleh  karena  Perjanjian  Lama seluruhnya baru terkumpul pada abad  I  SM  dan  secara definitif, baru pada abad I M. 

Dengan  begitu  maka  Perjanjian  Lama  merupakan  satu monumen literatur bangsa Yahudi, yang terkumpul sedikit demi    sedikit   sehingga   periode   Agama   Nasrani. Kitab-kitab   (pasal-pasal)nya    telah    ditulis, disempurnakan  dan  ditinjau  kembali antara abad X dan abad I SM.  Faktor  ini  bukan  sekedar  pendapat  saya pribadi   akan  tetapi  saya  kutip  dari  Encyclopedia Universalis, cetakan tahun 1974, jilld III halaman  246 –  253,  ditulis  oleh  S.P  Sandraz  guru  besar  pada fakultas dominikan di Soulchoir; untuk memahami  apakah

Perjanjian  Lama  itu,  kita  harus  ingat  hasil-hasil penyelidikan para spesialis yang sangat kompeten.  

Sebuah wahyu telah tercampur dengan tulisan-tulisan itu, akan  tetapi  pada  waktu  ini  yang  kita miliki hanya hal-hal yang ditinggalkan oleh orang-orang  yang  telah merubah  teks  asli  menurut  situasi  dan kondisi yang dihadapi mereka. Jika kita bandingkan hal-hal obyektif tersebut di  atas dengan hal-hal yang tersebut dalam mukaddimah atau kata pengantar bermacam-macam Bibel yang dicetak untuk awam, kita  rasakan  ada  perbedaan. Dalam kata pengantar itu tak disebutkan hal-hal yang mengenai  pembukuan  Bibel; hal-hal   yang   samar-samar  dan  kabur  tidak  diberi penjelasan sehingga membingungkan pembaca,  dan  banyak soal-soal  yang  diperkecil  sehingga  memberi gambaran yang salah. Dengan begitu maka pengantar-pengantar  itu banyak  yang  merubah  kebenaran.  Banyak kitab (pasal) yang dirubah beberapa kali; seperti dalam kasus Torah (Pentateuch), tetapi  dalam  edisi  hanya  diterangkan,  mungkin  ada perinci-perinci  yang  ditambahkan.  Kadang-kadang  ada pengarang   yang  mengadakan  diskusi  tentang  sesuatu bagian yang tidak penting,  akan  tetapi  ia  melupakan bagian  yang sangat penting dan menolak pembahasan yang mendalam. Sungguh menyedihkan jika kita melihat hal-hal yang   tidak  benar  dilakukan  oleh  orang-orang  yang menyiarkan Bibel untuk awam.

 

Torah

Torah (Pentateuch) adalah sebuah nama dalam bahasa Semit.  Kalimat  Yunani yang  sekarang  dipakai  dalam  bahasa  Inggris adalah Pentateuch yang artinya kitab yang terdiri  dari  lima bagian: Kejadian, Keluaran, Imamat orang Levi, Bilangan dan Ulangan, yaitu lima  pasal  yang  pertama  dari  37 pasal yang terdapat dalam Perjanjian Lama.  

Kumpulan   teks  ini  membicarakan  asal  alam,  sampai masuknya  bangsa  Israil   di   Kana’an,   tanah   yang dijanjikan  sesudah mereka menjadi budak di Mesir; atau lebih tepat lagi  sampai  wafatnya  Nabi  Musa.  Tetapi riwayat   kejadian-kejadian  sejarah  itu  dipergunakan sebagai kerangka untuk menerangkan kehidupan  keagamaan dan  sosial bangsa Yahudi. Dari sinilah nama Hukum atau Torah (Pentateuch) bermula. 

Orang-orang  Yahudi  dan  orang-orang  Kristen   selama berabad-abad  berpendapat  bahwa pengarang Torah (Pentateuch) (lima bagian pertama daripada Perjanjian  Lama)  adalah  Nabi Musa  sendiri.  Barangkali pendapat tersebut didasarkan atas ayat (Keluaran 17, 14)  yang  berbunyi:  “Tulislah itu  (kekalahan  kaum  Amalek)  dalam Kitab,” atau atas ayat (Bilangan 33, 2) tentang  keluarnya  orang  Yahudi dari  Mesir  yang  berbunyi  “Musa  menerangkan  dengan stulisan tempat-tempat  mereka  berangkat,”  atau  dalam (kitab  Ulangan  3,  9)  yang  berbunyi:  “Musa menulis aturan (hukum) ini.” Semenjak abad Pertama SM  banyak orang   yang   mempertahankan  anggapan  bahwa  seluruh Pentateuque  ditulis  oleh   Nabi   Musa,  di antara orang-orang  itu adalah: Flavius Joseph dan Philon dari Alexandria.

Pada waktu sekarang anggapan seperti tersebut  di  atas sudah   ditinggalkan  orang.  Tetapi  meskipun begitu, Perjanjian Baru masih mempertahankannya. Paulus dalam suratnya   kepada  orang-orang  Rum  (10,  5)  mengutip kata-kata   orang   Levi:   “Musa    sendiri    menulis tata-aturan yang datang dari Torah (Pentateuch).” Yahya, pengarang Injil  yang  keempat,  dalam  pasal   5,   ayat   46-47 meriwayatkan  bahwa  Yesus  berkata:  “Jika  kamu telah melihat Musa, kamu tentu akan percaya  kepadaku  karena ia  (Musa)  telah  menulis  tentang  diriku. Kalau kamu tidak  percaya  kepada  apa  yang  ditulis  oleh  Musa, bagaimana  kamu  dapat  percaya  kepada  apa  yang  aku katakan?”

Di sini kekeliruan timbul daripada redaksi;  teks  asli bahasa  Yunani  adalah “episteute” yang berarti “pasal” dan bukan “menulis.” Dengan begitu maka Yahya,  penulis Injil  ke  empat  telah  memberi  keterangan salah yang digambarkan telah diucapkan oleh Yesus.

Saya meminjam bahan-bahan di atas dari  R.P. de  Vaux, direktur  Lembaga  Bibel di Yerusalem. Dalam terjemahan “kitab Kejadian” tahun 1962 ia memberi  pengantar  umum

yang   memuat   argumentasi  yang  bertentangan  dengan keterangan   Injil   mengenai   siapa   yang    menulis “Pentateuch ”  (lima  pasal  pertama  dalam  Perjanjian Lama).

R.P. de Vaux memperingatkan bahwa tradisi  Yahudi  yang menjadi  pedoman bagi Yesus dan para rasul (sahabat)nya telah diterima sampai akhir abad pertengahan. Pada abad XII,  Aben Isra adalah satusatunya orang yang menentang anggapan itu. Pada abad XVI,  Carlstadt  memperingatkan kita  bahwa  Nabi Musa tentu tidak dapat menulis berita tentang kematiannya, seperti yang tersebut dalam  kitab (pasal) Ulangan 34, 512. Pengarang kemudian menyebutkan kritik-kritik lainnya yang mengatakan bahwa tidak  semua Torah (Pentateuch) itu karangan Musa; secara khusus disebutkan buku karangan Richard Simon yang berjudul: Histoire Critique du  Vieux  Testament (Sejarah Kritik tentang Perjanjian Lama) tahun 1678 yang  menonjolkan  kesulitan-kesulitan kronologis     (urutan    Sejarah),    ulangan-ulangan,

tulisan-tulisan    yang     tak     teratur     tentang riwayat-riwayat,  serta  perbedaan-style  (tata bahasa) dalam  Torah (Pentateuch).  Karangan  R.   Simon   tersebut   telah menyebabkan  heboh,  tetapi  orang tidak lagi mengikuti argumentasi R. Simon; buku-buku sejarah dari  permulaan abad  18  selalu  menyebutkan:  “Apa yang telah ditulis oleh Musa” untuk menunjukkan sumber yang sangat kuno.  

Kita dapat mengerti  betapa  susahnya  menentang  suatu dongengan (Legend) yang berdasarkan atas sandaran yang (digambarkan)  telah   diberikan   oleh   Yesus   dalam Perjanjian   Baru.  Kita  berhutang  budi  kepada  Yean Astruc,  tabib  pribadi  Raja  Louis  XV   yang   telah memberikan argumen yang kuat.

Pada  tahun 1753 ia menerbitkan bukunya: Dugaan tentang catatan-catatan asli, yang dipakai oleh Nabi Musa untuk menulis  kitab  (pasal)  Kejadian.  Dalam  buku itu, ia menitik beratkan adanya bermacam-macam sumber. Ia sudah terang,  bukannya  orang  pertama yang menulis hal ini, akan  tetapi  ia  adalah  orang  pertama  yang   berani  mengumumkan  suatu kenyataan yang sangat penting, yaitu bahwa mengenai kitab:  (pasal)  Kejadian  terdapat  dua teks  yang  berbeda-beda;  yang  satu  menamakan  Tuhan dengan kata Yahwe, yang lainnya menyebut  Tuhan  dengan kata   Elohim.   Eichhorn   (1780-1783)   mengungkapkan penemuan yang sama mengenai empat kitab (pasal) lainnya dalam  Torah (Pentateuch). Kemudian pada tahun 1798, Ilgen  merasa  bahwa  satu  daripada  dua   teks   yang diselidiki  oleh  Astruc  yaitu  teks  yang di dalamnya Tuhan  dinamakan  Elohim,  harus  dibagi  menjadi  dua. Dengan  begitu  maka  Pentateuque  menjadi  benar-benar terpecah-pecah.

Pada abad XIX telah  dilakukan  penelitian  yang  telah mantap  mengenai  sumber-sumber  Perjanjian  Lama. Pada tahun 1854,  orang  berpendapat  bahwa  ada  4  sumber, yaitu:  dokumen  Yahwist, dokumen Elohist, Deuteronomy, kitab-(pasal) Ulangan dan kode Sakerdotal  (hukum  para pendeta).  Dokumen  Yahwist  telah  ditulis di Kerajaan Yuda pada abad IX SM.  Dokumen  Elohist  adalah  lebih baru, dan ditulis di kerajaan Israil Deuteronomy (Kitab Ulangan) menurut Edmond Yacob ditulis  pada  abad  VIII SM,  dan  menurut  R.P. de Vaux ditulis pada abad VII SM pada zaman Yosias. Dan akhirnya,  Code  Sakerdotal (hukum-hukum pendeta) ditulis pada abad VI SM, yakni pada  zaman  pengasingan   Israil   di   Babylon   atau sesudahnya. Dengan  begitu  maka teks Torah (Pentateuch) telah berangsur-angsur tertulis selama sedikitnya tiga abad.  

Akan tetapi masalahnya jauh lebih kompleks. Pada  tahun 1941,   A.   Lods  mengatakan  bahwa  document  Yahwist mempunyai 3 sumber, dokumen Elohist mempunyai 4 sumber, kitab   ulangan  mempunyai  6  sumber  dan  hukum-hukum pendeta  mempunyai  9  sumber,  di  samping   tambahan-tambahan  yang   dibagi-bagi  antara 8 penulis, sebagaiman yang dikatakan oleh R.P. de Vaux.

Kemudian orang mulai berfikir bahwa banyak  hukum-hukum dalam  Torah (Pentateuch) yang sama dengan hukum-hukum lama di luar Bibel, dan banyak  riwayat-riwayat  dalam  Torah (Pentateuch)  yang memberi  kesan  berasal dari lingkungan lain yang lebih kuno; dengan demikian maka  persoalannya  menjadi  jauh lebih kompleks.

Sumber-sumber yang banyak  itu  menyebabkan  perbedaan-perbedaan  dan  ulangan-ulangan.  R.P.  de Vaux memberi contoh tentang tercampurnya tradisi yang berbeda-  beda mengenai  penciptaan alam, anak keturunan Cain (Habil), banjir Nabi Nuh, penculikan Nabi Yusuf,  petualangannya di   Mesir,  perbedaan  nama  seseorang, penyajian yang berbeda-beda mengenai sesuatu kejadian.  

Dengan begitu maka Torah (Pentateuch) nampak tersusun dari tradisi bermacam-macam  yang  dihimpun  secara baik  oleh  penyusun-penyusunnya,  yang  kadang-kadang menjajarkan kumpulan mereka dan  kadang-kadang  merubah kumpulan-kumpulan itu dengan maksud menimbulkan sintesa di antaranya; meskipun dalam melakukan hal terakhir ini mereka tidak    menghilangkan    perbedaan    serta keragu-raguan sehingga hal-hal  ini  menarik  perhatian orang-orang  zaman sekarang untuk mengadakan penelitian mengenai sumber-sumber asli. Dalam rangka kritik mengenai teks, Torah (Pentateuch) memberi  contoh  yang  amat  jelas  tentang perubahan-perubahan yang dilakukan oleh manusia,  pada  bermacam-macam  periode  sejarah  bangsa Yahudi, tradisi lisan dan  teks-teks  yang  berasal  dari   generasi-generasi terdahulu.

Torah (Pentateuch)  bermula pada abad X atau IX SM dengan tradisi Yahwist yang menceriterakan permulaan penciptaan  alam, kemudian  menyusun  sejarah  bangsa Israil, dan seperti kata R.P de Vaux, menempatkannya  dalam  rencana  Tuhan untuk   seluruh   kemanusiaan.  Akhirnya  Torah (Pentateuch)  terus tersusun pada   abad   VI    SM    dengan    tradisi spendeta-pendeta,  yang  mementingkan tahun dan silsilah keturunan (Genealogi). (Pada bagian mendatang, pembaca dapat melihat kekeliruan-kekeliruan yang menjadi jelas setelah dihadapkan dengan bahan-bahan baru dari sains; kekeliruan-kekeliruan tersebut mengenai umur manusia di bumi, keadaan-keadaan pada waktu Tuhan menciptakan alam; kekeliruan-kekeliruan tersebut adalah disebabkan oleh perubahan-perubahan teks yang dilakukan oleh manusia).

Pernyataan-pernyataan yang  sedikit  atau  jarang  yang tetap terdapat dalam tradisi ini, menurut R.P. de Vaux, menunjukkan perhatian besar yang mengenai hukum seperti istirahat  pada  hari  Sabtu  setelah menciptakan alam, aliansi dengan Nuh,  aliansi  dengan  Ibrahim,  khitan, pembelian  gua  Makpeh  yang  memberi  hak milik kepada pendeta-pendeta di  Kana’an.  Kita  perlu  ingat  bahwa tradisi  sakerdotal  (pendeta-pendeta)  muncul  setelah

bangsa Israil kembali dari  pengasingannya  di  Babylon dan  mendiami  Palestina mulai tahun 583 S.M. Jadi soal agama dan soal politik tercampur.

Mengenai kitab (pasal) Kejadian, pembagian  dalam  tiga sumber  pokok  telah dianggap benar: R.P. de Vaux dalam terjemahannya membawakan teks-teks yang  menjadi  dasar bagi  teks  yang  ada  sekarang  dalam  pasal Kejadian. Dengan  mendasarkan   penyelidikan   kepada   teks-teks tersebut,  siapa saja dapat menunjukkan hubungan antara teks dalam pasal Kejadian dengan teks dalam tiga sumber pokok   tersebut  di  atas.  Umpamanya,  mengenai  yang berhubungan dengan penciptaan alam, dengan  banjir  dan periode semenjak banjir sampai munculnya Ibrahim, yaitu ceritera dalam  11  bagian  yang  pertama  dalam  kitab (pasal)  Kejadian,  kita  dapat menemukan sebagian teks Yahwist dan sebagian lainnya teks Sakerdotal.  

Teks Elohist tak  terdapat  dalam  11  bagian  pertama. Percampuran  antara  teks Yahwist dan Sakerdotal nampak dengan jelas.  Adapun  yang  mengenai  penciptaan  alam sampai   Zaman   Nabi  Nuh  (5  bagian  yang  pertama), susunannya lebih mudah; satu bagian Yahwist  bergantian dengan  satu  susunan  Sakerdotal dari permulaan sampai akhir. Mengenai Banjir, khususnya mengenai bagian 7 dan 8,  potongan-potongan   teks   menurut   sumber   asli memisahkan beberapa bagian-bagian yang  sangat  pendek.

Dalam  meneliti  100  baris  teks Prancis, kita beralih dari satu teks kepada teks  yang  lain  lebih  dari  17 kali.  Dari  sinilah  timbulnya perbedaan-perbedaan dan kontradiksi dalam pembacaan Torah (Pentateuch) dalam Injil yang ada sekarang.  (Lihatlah  tabel yang menjelaskan pembagian sumber-sumber di bawah ini).

Perincian Pembagian Teks Yahwist  dan  Teks  Sakerdotal dalam Bagian 1-11 dari Kitab Kejadian Angka pertama menunjukkan pasal (Bagian).

Angka kedua  antara  dua  kurung  menunjukkan  nomornya kata-kata  (phrase)  yang  kadang-kadang dibagi menjadi dua bagian, a dan b.

Huruf Y menunjukkan teks Yahwist.

Huruf S menunjukkan teks Sakerdotal.

Contoh: baris pertama daripada  tabel  ini  menunjukkan bahwa dari pasal (bagian) pertama, kata-kata (phrase) 1 sampai bagian 2 kata-kata (phrase) 4a,  teks  yang  ada sekarang dalam Bibel adalah teks Sakerdotal.

Pasal(bagian)  Phrase s/d Pasal    Phrase                Teks

        1              (1)                         2 (4a)                 S

        2              (4b)                       4 (2b)                 Y

        5              (1)                         5 (32)                 S

        6            (1)                           6  (8)                  Y

        6              (9)                         6  (22)                S

        7              (1)                         7  (5)                  Y

        7             (6)                          … …                   S

        7              (7)                        7 (10)                  Y

        7            (11)                       … …                     S

        7            (12)                       … …                     Y

        7            (13)                       7 (16a)                 S

        7            (16B)                     7 (17)                   Y

        7            (18)                       7 (21)                   S

        7            (22)                       8 (23)                   Y

        7            (24)                       8 (2a)                   S

        8            (2b)                      … …                      Y

        8           (3)                          8 (5)                     S

        8           (6)                          8 (12)                   Y

        8           (13a)                      … …                     S

        8           (13b)                      … …                     Y

        8           (14)                        8 (19)                   S

        8           (20)                        8 (22)                   Y

        9              (1)                        9 (17)                  S

        9             (18)                       9 (27)                  Y

        9             (28)                       10 (7)                  S

        10            (8)                        10 (19)                Y

        10            (20)                      10 (23)                S

        10            (24)                      10 (30)                Y

        10            (31)                      10 (32)                S

        11             (1)                       11  (9)                 Y

        11            (10)                      11 (32)                S

Ini semua adalah gambaran  yang  sangat  jelas  tentang permainan yang dilakukan oleh manusia terhadap Bibel.

 

Bagian-bagian Mengenai Sejarah

Dalam bagian-bagian yang mengenai Sejarah dalam  Bibel, kita  dapatkan  sejarah bangsa Yahudi semenjak masuk ke daerah yang dijanjikan (kira-kira pada abad XIII  S.M.) sampai  deportasi (pengasingan) ke Babylon pada abad VI S.M.

Dalam sejarah itu ditekankan “kejadian  nasional”  yang digambarkan   sebagai  pelaksanaan  janji  Tuhan.  Akan tetapi  dalam  hikayat  ini  tak  terdapat   ketelitian historis.   Suatu   pasal  seperti  pasal  Yusak  hanya mempunyai  dasar  teologi.  Dalam  hal  ini,  professor Edmond   Yacob   mengingatkan kita tentang adanya kontradiksi yang jelas  antara  arkeologi  dan   teks Perjanjian Lama mengenai kerusakan kota Jericho dan Ay.

Kitab (pasal)   Hakim-hakim dimaksudkan untuk mempertahankan   bangsa    yang    terpilih    terhadap musuh-musuh    yang    melingkunginya,   yakni   dengan pertolongan Tuhan Pasal itu berkali-kali  dirubah;  hal sini  dijelaskan  oleh  R.P.A.  Lefevre dalam mukaddimah Bibel Crampon. Kata-kata pengantar yang bercampur  aduk susunannya   serta   tambahan-tambahan   di belakang, menunjukkan fakta tersebut. Sejarah Ruth ada hubunganya dengan pasal Hakim-hakim.

Pasal    Samuel    dan    Pasal   Raja-raja   merupakan kumpulan-kumpulan biografik yang menarik  bagi  Samuel, Saul,   David   dan  Salomon.  Tetapi  nilai  sejarahnya disangsikan. Edmond Yacob menemukan di dalamnya  banyak kesalahan-kesalahan;   kadang-kadang  sesuatu  kejadian diriwayatkan dua atau tiga kali. Nabi-nabi Elia, Elisa, Yesaya  dalam  bagian  itu juga mendapat tempat, tetapi sejarah  mereka  tercampur  dengan  legenda,   walaupun menurut R.P.A. Lefevre nilai sejarahnya sangat penting.  

Bagian  pertama  dan kedua dari kitab (pasal) Tawarikh, pasal-pasal Ezra dan Nehemia ditulis  oleh  satu  orang yang  hidup  pada  akhir  abad  IV S.M. Ia meriwayatkan sejarah dari masa penciptaan Tuhan  sampai  waktu  itu, akan tetapi silsilah keturunan (genealogi) hanya sampai nabi Dawud.  Ia  mengambil  dan  menjiplak  dari  pasal Samuel  dan  pasal Raja-raja dengan tidak memperhatikan kepincangannya; begitulah kata E. Yacob; akan tetapi ia menambah   hal-hal   yang  pasti  yang  dikuatkan  oleh arkeologi.   Dalam   pasal-pasal   tersebut,    sejarah disesuaikan   dengan  teologi.  Edmond  Yacob  berkata: kadang-kadang  pengarang  menulis   sejarah   bersandar kepada teologi. Umpamanya, untuk menerangkan bahwa Raja Manassi,   seorang   yang    fasiq    dan    menganiaya pemeluk-pemeluk  agama  tetapi memerintah lama dan masa pemerintahannya  penuh  dengan  kemakmuran,   pengarang Injil  mengatakan  bahwa  raja tersebut telah mengikuti agama Yahudi ketika berada di Assyrie (Tawarikh,  pasal dua,  33/11),  padahal  soal tersebut tak terdapat baik dalam sumber-sumber Bibel atau di luarnya.

Pasal Ezra dan Nehemia  telah  menjadi  sasaran  kritik yang   banyak   oleh  karena  pasal  itu  penuh  dengan kekaburan dan karena pasal-pasal tersebut  menceritakan tentang  suatu  periode  sejarah  yang  sampai sekarang belum terang benar kecuali jika kita pakai  dokumen  di luar Bibel, yaitu periode abad IX S.M. 

Di  antara  pasal-pasal  yang mengenai sejarah terdapat pasal  Tobias,  Yudith  dan  Ester.  Dalam  pasal-pasal tersebut  terdapat perubahan-perubahan terhadap sejarah seperti penggantian nama-nama orang, dan kejadian  yang tak   pernah   ada;  semua  itu  untuk  sesuatu  maksud keagamaan.   Pasal-pasal   tersebut   lebih   merupakan berita-berita  yang  bersifat  petunjuk-petunjuk  moral akan tetapi penuh dengan kekeliruan sejarah.

Mengenai dua pasal tentang Maccabee  yang  membicarakan kejadian-kejadian  abad  II S.M., dapat dikatakan bahwa pasal  itu  meriwayatkan  sejarah   dengan   baik   dan mempunyai nilai yang besar.  

Dengan  begitu  maka  kesimpulan-kesimpulan pasal-pasal sejarah:  merupakan  kumpulan  yang  pincang.   Sejarah ditulis,  sebagian  secara  ilmiah  dan  sebagian  lagi secara imaginatif (khayalan).

 

Pasal-pasal Mengenai Kenabian

Pasal-pasal Kenabian ini memuat ajaran-ajaran nabi-nabi yang  namanya  tersebut  dalam Perjanjian Lama terpisah dari  nama-nama  nabi-nabi  yang  besar  dan   yang ajarannya  dimuat  dalam  pasal lain seperti pasal nabi Musa, Samuel, Elia dan Elisa.

Pasal-pasal kenabian ini  meliputi  periode  dari  abad VIII sampai abad II S.M.

Pada  abad  VIII S.M., kita dapatkan pasal Amos, Hosea, Yesaya  dan  Micha.  Amos,  mashur  karena   ia   telah melakukan  kesalahan  keagamaan  sehingga  ia  terpaksa menderita dengan badannya, yaitu ketika ia kawin dengan seorang  pelacur  suci (pelacur yang berkhidmat di dalam temple) dalam agama kafir. Ia menderita sebagaimana  Tuhan  menderita  karena  makhluk-Nya  yang tidak   mengikuti   petunjukNya,  tetapi  Tuhan  tetap mencintai mereka. Isaiah adalah seorang tokoh  politik; ia  menguasai  kejadian-kejadian karena raja-raja minta nasehat kepadanya. Ia adalah  seorang  Nabi  besar.  Di samping  karya  pribadinya,  petuah-petuahnya disiarkan oleh  murid-muridnya  sampai  abad  III  S.M.,  seperti  protes   terhadap  ketidakadilan,  takut  kepada  hukum Tuhan, pengumuman tentang akan adanya  pembebasan  pada waktu  orang Yahudi dalam pengasingan, pengumuman bahwa orang Yahudi akan kembali ke Palestina. Dalam Isaiah II dan   III,   persoalan   kenabian   berbarengan  dengan persoalan Politik. Ramalan Micha yang hidup pada  waktu yang sama dengan Isaiah, bertitik tolak dari idea, yang sama.

Pada abad VII S. M., Zefanya, Jeremia,  Nahum,  Habakuk menjadi  masyhur  dalam  kenabian. Jeremie mati dibunuh. Petuah-petuahnya dikumpulkan oleh  Baruch,  mungkin  ia

adalah pengarang pasal Tangisan (Nudub).

Pengasingan  di  Babylon  pada  permulaan  abad VI S.M. menyebabkan adanya aktivitas  kenabian  yang  intensif. Tokoh  besarnya  adalah  Yehezkiel sebagai seorang yang menenteramkan  teman-temannya  dan  memberikan  harapan kepada  mereka.  Pasal  Abdias  ada  hubungannya dengan Yerusalem yang telah jatuh di tangan musuh.

Sesudah pengasingan yang selesai pada tahun  538  S.M., Nabi  Hagai  dan  Zakora  menunjukkan  aktivitas  dalam menganjurkan membina  temple  kembali.  Setelah  Temple

dibina kembali, kita dapatkan pasal Malaoko yang berisi petuah-petuah spiritual.

Mengapa pasal Yunus dimasukkan  dalam  pasal  nabi-nabi meskipun Perjanjian Lama tidak menyebutkan teks khusus?

Jawabnya, Yunus adalah suatu sejarah yang dapat memberi kesimpulan   pokok   yaitu:   menyerahkan  diri  kepada Kehendak Tuhan.

Pasal Daniel adalah suatu pasal yang kabur, dan menurut ahli  tafsir  Kristen,  ia  merupakan pasal yang sulit, tertulis dalam 3  bahasa,  yakni  Ibrani,  Aramean  dan Yunani. Pasal Daniel adalah suatu karangan dari abad II S.M, Pengarangnya ingin meyakinkan bangsanya yang hidup dalam   zaman   kesusahan   yang  mendalam  bahwa  saat kebebasan  sudah  dekat.  Ini  adalah   untuk   menjaga keimanan mereka (Edmond Yacob).

 

Pasal Mengenai Syair dan Hikmah

Pasal-pasal  ini  merupakan   kumpulan   tulisan   yang mempunyai keseragaman literer yang nyata.  

Yang  pertama  adalah Psaumen (nyanyian) yang merupakan puncak daripada puisi Ibrani. Sebagian terbesar disusun oleh  Nabi  Dawud,  sebagian lagi oleh para pendeta dan orang-orang Lewi. Themanya adalah memuja Tuhan,  mendoa (memohon) dan meditasi. Fungsinya adalah liturgi, yakni dibaca waktu sembahyang.

Pasal Job (Ayub)  merupakan  pasal  hikmah  dan  taqwa; tertulis pada tahun 400 atau 500 S.M.

Pasal   Nudub  (Tangisan)  karena  jatuhnya  Yerusalem,  ditulis pada permulaan abad  VI  S.M.  mungkin  ditulis oleh Jeremia.

Kita   juga   harus   menyebutkan  pasal  Cantiqus  des Cantiques (suatu kumpulan nyanyian tentang cinta kepada Tuhan),   pasal  peribahasa,  kumpulan  kata-kata  Nabi Sulaeman dan  orang-orang  bijaksana  di  Istana,  Imam (Eclesiast)  dimana orang memperdebatkan antara kebahagiaan dunia dan kebijaksanaan.

Bagaimana kumpulan yang sangat berbeda-beda  dari  segi isinya,   yang  pasal-pasalnya  ditulis  selama  paling sedikit 700 tahun,  dan  mempunyai  sumber-sumber  yang sangat   berbeda,  kemudian  semua  itu  dipadukan  dan dimasukkan dalam satu buku, bagaimana kumpulan  semacam itu  dalam  beberapa abad dapat merupakan kesatuan yang tak  terpisah-pisah  dan  menjadi  Kitab  Wahyu  Yahudi Kristen  (dengan  sedikit  perbedaan-perbedaan  menurut kelompok) dan menjadi hukum (Kanon) yakni suatu kalimat Yunani yang mengandung arti (tidak boleh disentuh).  

Pengumpulan  bahan-bahan  Perjanjian Lama tidak terjadi pada zaman  Kristen,  akan  tetapi  masih  dalam  zaman Yahudi,  dan  dimulai  secara  pasti pada abad VII S.M.

Pasal-pasal lainnya dimuat sesudah pasal-pasal pertama. Tetapi  perlu  kita  ingat  bahwa  5 pasal pertama yang merupakan Torah (Pentateuch) (Pentateuk) selalu mempunyai kedudukan yang  lebih  tinggi daripada pasal-pasal lain. Kemudian orang   menambah   pasal-pasal   Torah (Pentateuch)   itu    dengan Pengumuman-pengumuman  para  Nabi  (siksaan  Tuhan bagi orang yang berdosa), serta janji-janji  mereka,  karena Torah (Pentateuch) sudah merupakan pasal-pasal yang diterima rakyat pada abad II S.M., Kanon para Nabi sudah jadi.

Pasal-pasal  lain  seperti  nyanyian  Nabi  Dawud  yang dipakai  untuk  sembahyang,  ditambahkan  pula  bersama dengan pasal Tangisan dan hikmat Suleman atau Ayub.

Agama Kristen,  atau  lebih  tepat  pada  permulaannya, agama  Yahudi  Kristen,  sebagai  yang  akan kita lihat nanti, yaitu agama yang telah  banyak  dipelajari  oleh sarjana-sarjana modern seperti Kardinal Danielou, agama Kristen  sebelum  mengalami  perubahan-perubahan  pokok yang  disebabkan  oleh  pengaruh Paulus, telah menerima warisan Perjanjian Lama. Para  pengarang  Injil  sangat tertarik kepada Perjanjian Lama.

Akan tetapi jika kita melakukan pembersihan-pembersihan terhadap Injil empat dengan menghilangkan hal-hal  yang apokrif  (yang misterius, tidak benar, tidak autentik), kita  tidak  perlu  melakukan  hal  yang   sama   untuk Perjanjian   Lama.  Ini  berarti  bahwa  kita  menerima seluruh atau hampir seluruh isi Perjanjian Lama.

Siapakah yang  berani  mempersoalkan  sesuatu  mengenai kumpulan-kumpulan  yang  pincang  ini sampai akhir abad Pertengahan, sedikitnya di Barat? Tak ada  atau  hampir tak  ada. Mulai akhir abad Pertengahan sampai permulaan abad modern telah timbul beberapa  kritik.  Kita  sudah membaca  sebagian  kritik  tersebut pada permulaan buku ini, akan tetapi gereja-gereja selalu dapat  memaksakan kekuasaannya  .  Suatu  kritik  autentik  mengenai teks memang  sudah  ada  sekarang,  akan  tetapi  jika  para pendeta-pendeta  spesialis  dapat mempergunakan pikiran lebih banyak untuk menyelidiki perincian-perincian dari bermacan-macam  persoalan,  mereka kemudian berpendapat bahwa lebih baik  jangan  masuk  terlalu  jauh  ke dalam “hal-hal   yang  sukar.”  Nampaknya  mereka  itu  tidak menyelidiki  “hal-hal  yang  sukar  itu”  dengan  sinar pengetahuan    modern.   Jika   kita   mau   mengadakan perbandingan  dalam  sejarah,  apalagi  kalau  terdapat persesuaian  antara  mereka  dan Bibel, maka sebetulnya mereka  itu  belum  berhasrat   sungguh-sungguh   untuk melakukan  perbandingan  yang  mendalam dan blak-blakan dengan  idea-idea  ilmiah  yang  mereka  rasakan   akan menyanggah  idea-idea  tentang kebenaran isi Injil yang sampai waktu ini tidak pernah dibantah.[www.wisdoms4all.com]

Tinggalkan komentar