Berideologi….Berfilsafat

ideology2Sebuah ideologi dan pandangan dunia yang valid harus ditata dan dikerangka melalui penalaran logis dan rasional. Lantaran tanpa melalui kedua jalan ini, sebuah ideologi dan pandangan dunia tidak memiliki jaminan untuk bertahan menghadapi pelbagai ancaman dan gempuran ideologis yang dijaja di bursa ideologi dunia. Banyak contoh ideologi yang tidak bertengger di atas rasionalitas berguguran dan satu-demi-satu hanya dapat dikenal di perpustakaan-perpustakaan dunia. Imam Khomeini salah seorang ideolog terkemuka pernah bernubuat ihwal nasib ajaran Komunisme bahwa ajaran ini tidak akan lama bertahan dan hanya akan dikenal pada perpustakaan dunia. Bagaimana mengerangka sebuah ideologi dan pandangan dunia sehingga ia bisa bertahan langgeng dan mampu berdialektika dengan pelbagai ideologi adalah tugas yang diemban oleh filsafat. Jalan penalaran logis dan rasional yang dikembangkan dalam filsafat merupakan jalan yang bersifat universal dan menyeluruh. Pengenalan terhadap realitas-realitas hanya dapat dilakukan dengan inferensi logis, deduksi, menjelajah di antara gugusan silogisme yang tidak dapat menghasilkan kesimpulan keliru namun sebuah konklusi komprehensif dan universal. Terkait dengan ideologi, seseorang harus menggunakan media universal ini sehingga ia dapat mengenal dan mengukuhkan ideologinya sebagai ideologi yang benar dan valid. Sedemikian orang tidak dapat menghindar dari filsafat, sehingga, menyitir Aristoteles, seseorang tidak dapat mengkritisi filsafat kecuali harus berfilsafat.   

Dalam artikel berikut ini, Anda diajak oleh seorang filosof Ilahi dan murid prominen Imam Khomeini, Ayatullah Misbah Yazdi, untuk melihat signifikansi filsafat dan aktifitas rasionisasi dalam berideologi. Mari kita ikuti kuliahnya…

Kesimpulan-kesimpulan yang bisa kita ambil dari beberapa pembahasan pendahuluan yang  lalu adalah sebagai berikut:

1.   Nilai hakiki kehidupan manusia bergantung pada Ideologi yang benar.

2.   Ideologi yang benar membutuhkan pandangan dunia yang benar.

3.   Masalah-masalah asasi pandangan dunia adalah masalah-masalah filsafat dan  metafisika, yang keduanya harus dibuktikan melalui metode rasional.

Mengenai kesimpulan-kesimpulan yang kita berikan di atas, mungkin ada yang berkata bahwa, “Kami mengenal orang-orang yang memiliki ideologi yang benar, dan rela mengorbankan apa saja dalam membela dan menyebarkan ideologi itu,  tanpa meyakini hubungan antara ideologi tersebut dan pandangan dunia.”  

Demikian juga, dan  juga terdapat orang-orang yang memiliki pandangan dunia yang benar, namun merekapun tidak mendapatkannya melalui metode filsafat, dan bahkan di antara mereka adalah para pemikir yang secara prinsip menentang dan bahkan mengecam filsafat. Dari di sisi lain, terdapat sebagian orang yang telah menerjunkan dirinya ke dalam dunia filsafat, bahkan mereka adalah para maestro dalam bidang Filsafat, namun mereka tidak menemukan ideologi yang benar. Demikian juga terdapat sebagian orang yang meyakini kebenaran sebuah ideologi, namun makrifat dan pengetahuan ini tidak teraplikasikan secara visual pada tataran perbuatan. Oleh itu, bukankah lebih baik jika kita tinggalkan saja masalah-masalah teoritis dan akademis ini, kemudian kita memilih metode yang lain yang dapat menciptakan tanggung jawab dan kepedulian yang lebih baik, membangun  gerak dinamis-progresif dan penelitiaan hingga menuai nilai-nilai positif dan mengajak masyarakat pada kemajuan dan kesempurnaan?

Kritikan seperti ini, dengan penjelasan yang berbeda yang ditelurkan oleh orang-orang tertentu atau kelompok tertentu baik pada ceramah atau pun pada artikel-artikel yang mereka tulis. Dan boleh jadi sumber sebagian dari kritikan ini adalah kurangnya informasi atau kejahilan. Atau boleh jadi bersumber dari tujuan dan motivasi tertentu yang tentu saja untuk mengkaji dan mengevaluasi kritikan-kritikan ini tidak selaras dengan alur dan irama pembahasan kita sekarang ini.

Apa yang penting bagi kami adalah menjelaskan objek pembahasan pada dua kelompok. Pertama bagi orang-orang yang memiliki niat yang tulus,  karena disebabkan oleh kurangnya informasi- setelah membaca pembahasan ini, dapat memperoleh kejelasan tentang masalah ini. Dan bagi orang-orang yang memiliki niat jahat dan ingin menghalangi matangnya pengetahuan masyarakat sehingga mereka dapat lebih banyak menipu dan memaksakan pemikiran-pemikiran keliru mereka pada masyarakat tidak akan kesampaian maksudnya.

Sebelum kami membahas lebih jauh ihwal kritikan-kritikan ini dari sudut pandang yang beragam, kami akan mengingatkan beberapa hal  khususnya yang terjadi  pada akhir- akhir ini, ada info dan berita yang menyebar yang menentang filsafat. Hal itu sangat kami sayangkan lantaran sebagian dari mereka adalah orang-orang yang memiliki niat yang tulus.  Mereka berkata bahwa tipologi filsafat dan irfan dapat berpotensi membuat manusia tidak peduli terhadap dunia sosialnya. Orang yang telah menggandrungi keduanya akan menghabiskan kekuatan berfikirnya dalam memecahkan masalah- masalah yang tidak memiliki hasil dan keuntungan.  Bahkan terdapat kelompok tertentu yang mengaku sebagai pengikut kebebasan berfikir (freedom of thinking), namun melarang membaca buku filsafat, khususnya buku filsafat yang mengkritisi pemikiran Marksisme, dengan dalih bahwa buku ini adalah candu.

Dalam menghadapi masalah di atas, kami cukup bertanya pada mereka, mengenai gerakan-gerakan Islam dunia, khususnya Revolusi Islam Iran, siapakah yang memimpin revolusi dan gerakan tersebut? Bukankah Sayyid Jamaluddin Asad Abadi (dikenal sebagai Jamaluddin Afgani) adalah seorang filosof dan seorang arif? Bukankah pemimpin Revolusi Islam Iran adalah seorang guru filsafat dan irfan? Bukankah Syahid Muthahhari bukan seorang filosof Bukankah Ayatullah Syahid Sayyid Muhammad Baqir Sadr bukan seorang filosof?

Dari sisi lain, boleh jadi terdapat ruang untuk mempersoalkan bahwa apakah di antara para pemimpin lain revolusi dunia, khususnya revolusi ideologi tidak terdapat seorang filosof? Apakah dalam meraih revolusi mereka tidak menggunakan pembahasan-pembahasan ideologis dan filosofis? Apakah tidak terdapat buku dalam bidang filsafat mereka sendiri dalam jumlah yang cukup banyak? Apakah tidak tersebar dalam negeri kita puluhan buku-buku filsafat dari partai-partai politik anti Islam? Oleh karena itu, apakah kita masih ragu dalam menguatkan dasar-dasar Revolusi Islam yang kita raup saat ini, khususnya dalam menguatkan pemikiran filsafat, minimal dalam menjawab persoalan-persoalan yang dilontarkan oleh mereka? 

Akan tetapi untuk membahas inti dari kritikan tersebut dari masalah yang telah disinggung di atas dan untuk menyelidiki seluruhnya butuh pada pembahasan yang lebih luas, dan  kali ini, untuk menghemat ruang dan waktu, kami hanya ingin menyampaikan beberapa persoalan secara ringkas :

A.   Untuk menerima sebuah ideologi, tidak selamanya butuh pada pengetahuan dan makrifat yang memadai. Barangkali kecendrungan-kecendrungan yang dimiliki atas dasar taklid pada orang tua mereka, pada orang baik, pada individu atau golongan, bahkan taklid pada negeri-negeri yang mayshur. Atau atas dasar kesesuaian pemikiran khusus dengan keinginan-keinginan nafsu terwujudkan, apakah keinginan itu benar, logis dan legal atau ilegal. Atau dikarenakan kekuatan propaganda dan provokasi sentimentil serta perasaan-perasaan beragam yang ditimpakan kepada masyarakat.  Tentu saja penerimaan sedemikian tidak meniscayakan penerimaan terhadap pandangan dunia dan pengenalan logis terhadap asasnya. Akan tetapi orang-orang yang ingin membentuk manusia yang berpengetahuan, menuntunnya kepada kesempurnaan insaniahnya, tidak dapat bersandar pada faktor-faktor dan pendekatan seperti ini. Dan kita semua tahu bahwa al-Qur’an sedemikian tegas melawan pendekatan seperti ini: “wa idza qîla lahum ittabiû ma anzalalLâhu. Qalû bal nattabiu ma alfaina ‘alaihi abaina,(Ketika dikatakan pada mereka, ikutilah apa yang diturunkan Allah, mereka menjawab, kami cukup mengikuti nenek moyang kami). (Qs. Al-Baqarah [2]:170)

Demikian juga pada surah lainnya, “wain tattabiu aktsara man fil ardh yadhilluka ‘an sabiliLlahi an yattabiuna illa zzanna wa in hum illa yahkrusun “, (Jika kalian mengikuti kepada kebanyakan dari mereka yang ada di muka bumi ini, maka mereka menyesatkanmu dari jalan Allah, karena mereka hanya mengikuti prasangka, dan perkataan mereka ini hanya omong kosong belaka. (Qs. Al-An’am [6]:116) Pada surah yang lain disebutkan, “In yattabiuna illa adz-dzanna wa ma tahwa al-anfusi wa qad jaa hum min rabbihim al-huda”, mereka ini hanya mengikuti prasangka  dan keinginan-keinginan yang ada di hati mereka, padahal telah datang dari Tuhan petunjuk bagi mereka semua. (Qs. Al-Najm [53]:23)

Di samping itu, kepercayaan atau akidah yang tidak bertengger di atas argumen yang kuat, akan rapuh dan lemah ketika berhadapan dengan persoalan yang datang dari ideologi-ideologi lain, sehingga kepercayaan atau akidah semacam ini tidak memiliki jaminan untuk bertahan langgeng. Demikian juga, menemukan sebuah ideologi yang benar tanpa melewati jalan logis yang dapat diandalkan, melainkan melalui jalan kebetulan. Tentu hal sedemikian tidak akan mampu menuntun dan membawa manusia pada hakikat sejati, karena jalan tanpa melalui rasionalitas tidak akan diterima oleh akal sehat manusia.

B.   Filsafat, sebagaimana yang telah kami singgung sebelumnya, adalah usaha akal untuk menyelesaikan masalah-masalah metafisika dan untuk mengetahui hukum-hukum universal wujud. Manusia yang didorong oleh kecendrungan fitrahnya memiliki kecendrungan untuk mengetahui dan mencari. Dengan memperhatikan  pembahasan-pembahasan sebelumnya, kita telah ketahui betapa pentingnya hal tersebut, bahkan tidak dapat dihindari, khususnya pada zaman kita dan kondisi-kondisi sosial yang kita hadapi langsung saat ini, bahkan boleh dikatakan bahwa zaman ini, adalah zaman mempertahankan benteng ideologi Islam dan sekaligus mengkomunikasikan ideologi-ideologi yang berseberangan dengan Islam. Jelas, dengan memberdayakan akal dalam menyelesaikan masalah-masalah bangunan dasar pandangan dunia merupakan pemberdayaan yang mesti dan tidak dapat dihindari. Hal ini tidak berarti penerimaan terhadap filsafat tertentu, pandangan filosof atau mazhab filsafat tertentu, dan tidak satupun yang mengklaim bahwa segala yang disebut dengan filsafat atau seluruh pandangan filosof atau mazhab filsafat tertentu adalah benar dan tidak dapat dibantah. Akan tetapi, perbedaan di antara mazhab- mazhab filsafat atau perbedaan pandangan sebuah mazhab filsafat dalam pembahasan tertentu, bukanlah sebuah dalil untuk mengkambing-hitamkan filsafat dan metode rasional, sebagaimana perbedaan yang terjadi pada masalah agama-agama, atau perbedaan pandangan para ilmuan dalam salah satu fakultas ilmu, bukanlah dalil akan non-validnya agama dan ilmu tersebut, bahkan dengan adanya perbedaan ini, faktor kekuatan bagi seorang pemikir yang sadar akan semakin besar, hingga usaha dan kesungguhan dalam menjelaskan serta menyelesaikan masalah tersebut akan semakin besar, dan adanya perbedaan pandangan bukanlah dalil untuk membuat kita malas dan acuh-tak-acuh terhadap akal yang merupakan anugerah terbesar Tuhan.

C.   Penentangan terhadap filsafat memiliki sejarah tersendiri, baik di dunia barat maupun dalam dunia Islam sendiri, dan kami tidak akan membahas masalah tersebut pada kesempatan ini. Apa yang perlu kami ingatkan pada kesempatan ini adalah terlepas dari tujuan-tujuan tertentu para pemaksa, budak jabatan, dan orang-orang jahil yang membenci apa yang tidak diketahuinya, bahwa kebanyakan dari mereka yang menyatakan menentang filsafat adalah berasal dari sosok pribadi muslim yang tulus, khususnya dari kalangan pemikir muslim, disebabkan oleh pemikiran yang telah menyebar di kalangan masyarakat yang kemudian diberi label filsafat. Oleh karena itu dapat dikatakan, pada hakikatnya mereka menentang mazhab filsafat tertentu, jika bukan demikian, mengapa para pemikir Islam itu sendiri justru menggunakan metode filsafat dalam buku-buku akidah mereka, yang seolah-olah mereka enggan menamakannya sebagai filsafat, misalnya argumen-argumen yang digunakan  dalam pembahasan teologi mengenai Tauhid (monotheisme) dan Ma’ad (eschatology), tidak ada bedanya dengan argumen yang dikemukakan oleh Filsafat Ketuhanan dalam buku filsafat. Kebanyakan dari para penantang filsafat, dalam mengkritisi pandangan filsafat, mereka mengemukakan argumen yang secara tidak sadar argumen mereka itu sendiri adalah argumen filsafat, akhirnya yang terjadi adalah filsafat mengeritik filsafat yang lain, walaupun argumen yang ia gunakan tidak mereka sebut sebagai argumen filsafat, sebagaimana apa yang telah diungkapkan oleh Aristoteles bahwa hanya filsafat yang dapat mengkritisi filsafat.

D.  Telah dijelaskan sebelumnya ihwal hubungan ideologi dengan pandangan dunia, bahwa pandangan dunia dengan sendirinya tanpa disertai pendahuluan-pendahuluan yang lain, tidak dapat memunculkan sebuah ideologi, sebagaimana sebuah pendahuluan swa-bukti (badihi) dan definitif tanpa disertai pendahuluan yang lain, tidak akan menuai hasil argumentatif. Oleh karena itu, tidak dapat diharapkan bahwa setiap orang yang memiliki pandangan dunia yang benar, pasti memiliki ideologi yang benar, karena boleh jadi ia belum memikirkan hubungan antara pandangan dunia dan ideologi, atau ia tidak memperhatikan pendahuluan yang harus diimbuhkan  pada pandangan dunia hingga menghasilkan ideologi yang benar, atau diakibatkan oleh faktor lain, atau bahkan ia sendiri tidak ingin mengetahui serta menerima sebuah ideologi yang benar.

E.    Sering terjadi pada kita, bahwa kita memiliki ilmu terhadap perbuatan yang baik namun kita tidak melakukan perbuatan tersebut, begitu pula sebaliknya, kita memiliki ilmu terhadap perbuatan jelek namun kita tetap saja melakukannya, hal ini berarti bahwa pengetahuan kita terhadap baik dan buruk, bukanlah syarat yang memadai untuk melakukan sebuah perbuatan. Namun kita tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa pengetahuan dan kesadaran tidak memilki pengaruh dalam perbuatan yang benar, karena tiadanya syarat cukup (syart kafi) bukan dalil atas tiadanya syarat mesti (syart lazim), jika kita ingin memiliki perbuatan yang benar, sebuah perbuatan yang mengantarkan kita pada kebahagiaan yang abadi dan kesempurnaan puncak insaniah, kita harus memilki pandangan dunia dan ideologi yang benar,namun hal ini tidak berarti bahwa, jika kita memiliki pandangan dunia dan ideologi yang benar, secara otomatis, kita akan melakukan perbuatan yang benar, karena untuk melakukan perbuatan yang benar, selain memiliki pengetahuan serta kesadaran yang cukup, harus juga memilki kehendak (iradah) serta pembinaan yang dapat menjauhkan kita dari keinginan-keinginan hawa nafsu, was-was syaitan, keinginan hewani atau sifat-sifat yang telah menjadi bagian dari diri kita, atau dengan kata lain, selain belajar dan memiliki kesadaran cukup, kita juga harus membina dan memperbaiki diri kita. Al-Qur’an juga menyinggung hakikat ilmu dan amal, dimana keduanya tidak memiliki keniscayaan luaran, seperti firman Allah Swt tentang Fir’aun: “Wajahadu bi ha waistaiqantuha anfusahum zulman wa  ‘uluwwa” . (Fir’aun telah mengetahui Firman Ilahi namun ia mengingkarinya, karena kecintaanya pada kezaliman dan kekuasaan) (Qs. Al-Naml [27]:14) dan juga dari lisan Nabi Musa As, “La qad ‘alimta ma anzala haaulai illa rabbu assamawati wal ardhi “, (Kalian telah mengetahui bahwa Ayat dan mukjizat ini, siapa pun tidak dapat menurunkannya kecuali Tuhan yang menguasai dan bumi) (Qs. Al-Isra [17]:102) Menanggapi ucapan Musa As, Fir’aun berkata, “Ya Ayyuhaal malau maa ‘alimtu lakum min ilahin ghairi“,  (Saya tidak mengetahui ada yang patut disembah selain diriku.” (Qs. Al-Qashash [28]:38)  Oleh  karena itu tidak dapat diragukan bahwa keinginan yang rendah, tarikan-tarikan jiwa tertentu seperti syahwat, harta  dan lainnya akan menjauhkan kita dari cahaya ilmu dan akan menghalangi kita dari menerima dan melakukan perbuatan yang benar. Namun, kita juga tidak dapat meremehkan faktor pengetahuan dan makrifat dalam membentuk manusia yang agung dan berbakti, dan tidak satupun yang dapat menafikan bahwa salah satu faktor besar yang telah membuat pemuda kita tertipu dan terselewengkan adalah kurangnya pengetahuan dan makrifat terhadap dasar-dasar ideologi islam.

F.   Masalah yang lain yang cukup penting, yang kurang mendapat perhatian adalah pengaruh hawa nafsu, dimana hal ini tidak hanya berpengaruh pada derajat amal, tapi juga berpengaruh pada tingkat pengetahuan. Acap kali kita jumpai, sebelum mengumpulkan bukti-bukti dan hal-hal lain yang mendukung sebuah argumen dalam salah satu objek ilmu, mereka telah menarik kesimpulan terlebih dahulu, yang secara tidak sadar telah mengarahkan orang-orang untuk menerima pendapatnya tanpa didukung oleh bukti dan argumen yang kuat. Terdapat juga orang-orang yang telah menyisakan hidupnya dalam meneliti masalah pandangan dunia dan ideologi, namun ia telah menentukan ideologi dan pandangan dunia sebelumnya, hingga menarik orang-orang untuk menerima apa yang telah ditentukannya. Contoh yang sederhana misalnya, untuk mendukung pendapatnya, ia hanya mengambil ayat-ayat yang mendukung pendapatnya, padahal terdapat puluhan ayat yang bertentangan dengannya, namun ia tidak menggubrisnya sama sekali.

   

    Oleh karena itu, mereka yang mencari hakekat kebenaran, harus membersihkan jiwa mereka sebelumnya, dan mengosongkan benak mereka agar bisa bersifat netral dalam memilih, sehingga tidak tergiring pada pengambilan kesimpulan-kesimpulan yang salah, senada dengan hal ini, Allah Swt berfirman: “in tattaqullaha yajallakum furqana“, (Jika kalian bertaqwa, maka Allah akan menjadikanmu teraju, yang memisahkan antara yang baik dan benar). (Qs. Al-Anfal []:29) Setelah telah menjelaskan pentingnya usaha filsafat dalam menerangkan prinsip-prinsip pandangan dunia, dan tiadanya alasan untuk menghindar dari persoalanan dan tanggung jawab yang besar ini, kita harus memohon kepada Allah Swt untuk membantu kita sehingga dapat memecahkan pelbagai persoalan yang terpenting dalam bidang ini. [www.wisdoms4all.com/ind]

 

 

1 comments on “Berideologi….Berfilsafat

  1. ideologi yg benar haruslah berpijak pada pandangan dunia yg benar dan untuk memperolehi pandangan dunia yg benar seharusnya manusia itu menpersoalkan apakah pengetahuan yg di milikinya tentang pandangan dunia ia benar.serta di mana letak nilai benar pada pengetahuan nya tentang pandangan dunia atau dalam kata lain pijakan pandangan dunia atau dasar nya ialah epistimologi dan untuk mengetahui epistimologinya benar atau salah haruslah dengan metode rasional dan universal(berfilsafat).ideologi yg salah berasal pada pandangan dunia yg salah dan kesalahan ini muncul dari teori pengentahuan(epistimologi)yg salah.

Tinggalkan komentar